Jumat, 06 Januari 2012

Tugas Radiografi nii....


Nama : Yurry Elian Dewanti
NIM   : P 27838010 039
Kelas  : 2A 3-4

1.     Jelaskan proses Radiography secara konvensional, Computed Radiography (CR), Digital Radiography (DR).
2.    Tulislah persamaan dan perbedaan proses radiography secara konvensional, Computed Radiography (CR), Digital Radiography (DR).

JAWAB :
No. 1
1.     Radiography secara Konvensional
Pemeriksaan konvensional tanpa kontras, yaitu pemeriksaan sederhana menggunakan sinar Roentgen (sinar X) dengan berbagai posisi pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan pada berbagai organ tubuh, antara lain jantung dan paru (toraks) serta tulang-tulang pada seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan konvensional dengan kontras, yaitu pemeriksaan sederhana menggunakan sinar Roentgen (sinar X) disertai dengan penggunaan obat kontras yang dapat membantu memperlihatkan kelainan yang ada, sehingga mempertajam diagnosis. Misalnya pemeriksaan saluran cerna (barium meal & enema), saluran kemih (urografi intravena, sistografi), organ kandungan (histerosalpingografi), saluran kelenjar liur (sialografi), pembuluh darah (angiografi/venografi), saluran getah bening (limfografi), sumsum tulang belakang (myelografi), dan lain sebagainya.
Setelah film mendapat penyinaran dengan sinar-X, langkah selanjutnya adalah film tersebut harus diolah atau diproses di dalam kamar gelap agar diperoleh gambaran radiografi yang permanen dan tampak. Tahapan pengolahan film secara utuh terdiri dari :
Film - Developing - Rinsing - Fixing - Washing - Drying

1. Pembangkitan (developing)
a. Sifat dasar
Developing merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut developing adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Sementara butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini berperan dalam penghitaman bagian-bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh film. Sedangkan yang tidak mendapat penyinaran akan tetap bening. Dari perubahan butiran perak halida inilah akan terbentuk bayangan laten pada film.
b. Bayangan laten (latent image)
Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative (AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion bromide yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini akan bergerak dengan cepat kemudian akan tersimpan di dalam bintik kepekaan (sensitivity speck) sehingga bermuatan negatif. Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik ion perak positif yang bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan ion perak positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Maka terjadilah bayangan laten yang gambarannya bersifat tidak tampak.
c. Larutan developer terdiri dari: 
i. Bahan pelarut (solvent).
Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak mengandung mineral.
ii. Bahan pembangkit (developing agent).
Bahan pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi perak metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi dengan memberikan elektron kepada kristal perak bromida untuk menetralisir ion perak sehingga kristal perak halida yang tadinya telah terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang biasa digunakan adalah jenis benzena (C6H6).
iii. Bahan pemercepat (accelerator).
Bahan developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film mudah membengkak dan mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini disebut bahan pemercepat yang biasanya terdapat pada bahan seperti potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat larut dalam air. 
iv. Bahan penahan (restrainer).
Fungsi bahan penahan adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan pembangkit terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah kalium bromida.
v. Bahan penangkal (preservatif).
Bahan penangkal berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan pembangkit. Bahan pembangkit mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen dari udara. Namun bahan penangkal ini tidak menghentikan sepenuhnya proses oksidasi, hanya mengurangi laju oksidasi dan meminimalkan efek yang ditimbulkannya.
vi. Bahan-bahan tambahan.
Selain dari bahan-bahan dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-bahan tambahan seperti bahan penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening agent). Fungsi dari bahan penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan sehingga aktivitas cairan pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan pengeras adalah untuk mengeraskan emulsi film yang diproses. 
2.    Pembilasan (rinsing)
a. Sifat dasar
Merupakan tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa pada permukaan film dan juga di dalam emulsi filmnya. Cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya. Cairan pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air. Pembilasan ini harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.
3.    Penetapan (fixing)
a. Sifat dasar
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian.
Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
b. Larutan fixer terdiri dari: 
a. Bahan penetap (fixing agent).
Dipilih bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat dapat bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang larut dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap bayangan perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang dikenal dengan nama hypo. Reaksi kimia yang terjadi pada film adalah sebagai berikut:
Na2S2O3 + AgBr = Na2Ag(S2O3)2) + NaBr
b. Bahan pemercepat (accelerator).
Untuk menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan, biasanya digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa dalam menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan menghentikan aksinya. Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan mengendapkan sulfur.  
Maka bahan pengaktif yang umumnya dipergunakan adalah asam lemah seperti asam asetat (CH3COOH). Akan tetapi dengan penggunaan asam lemah ini masih terjadi pengendapan sulfur. Untuk mengatasi hal ini maka dipergunakan bahan penangkal.
c. Bahan penangkal (preservatif).
Untuk menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur tersebut. Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium metabisulfit, atau kalium metabisulfit.
d. Balian pengeras (hardener).
Bahan ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang berlebihan. Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah terkelupas dan pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan biasanya adalah potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat [Al2(SO4) 3].
e. Bahan penyangga (buffer).
Digunakan untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada nilai 4 - 5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.
f. Pelarut (solvent).
Pelarut yang umum digunakan adalah air bersih.
4.    Pencucian (washing)
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
5.    Pengeringan (drying)
Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak.
Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.

Ø  Aspek keselamatan dalam Pengaturan dan pembatasan waktu penyinaran
a)    Harus ada penunjukan tegangan tabung, arus tabung dan waktu penyinaran yang dipilih; penunjukan jumlah muatan listrik (mAs) dapat dipakai sebagai pengganti penunjukan arus tabung dan waktu penyinaran secara terpisah.
b)   Untuk pengatur penyinaran otomatis cukup ada penunjukan tegangan tabung; untuk tegangan tabung dan arus tabung dengan nilai tetap perlu ada penunjukan pada panel pengatur dan dijelaskan dalam dokumen penyerta.
c)    Jika pembangkit sinar-X ini juga dapat digunakan untuk fluoroskopi, harus ada suatu cara untuk menjaga agar arus tabung berada dalam + 25 % dari nilai yang ditetapkan sebelumnya.
d)   Rangkaian penyinaran yang ditetapkan sebelumnya harus diperlihatkan dengan jelas dalam sebuah tabel dalam dokumen penyerta; faktor-faktor penyinaran ini hendaknya tersedia dekat atau pada panel pangatur.
e)    Sakelar penyinaran harus terpasang sedemikian, sehingga dapat dijalankan dari tempat yang aman (2m dari susunan tabung dan dari pasien).
a.    di belakang bangunan pelindung atau
b.    di dalam ruangan dengan menggunakan apron pelindung dan jika perlu sarung tangan (untuk pengaturan khusus seperti memegang film pada pasien anak kecil).
f)     Untuk memperkecil radiasi pada pasien dan radiasi hambur dalam kamar sinar-X ukuran berkas radiasi harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan diagnostik dari pemeriksaan tersebut.
g)    Waktu penyinaran biasanya sangat pendek dengan maksud untuk memperkecil kemungkinan kaburnya bayangan akibat gerakan bagian yang difoto.
h)   Pesawat harus dilengkapi dengan peralatan untuk membatasi berkas sinar guna (misalnya dengan diafragma berkas cahaya yang dapat diatur dan kerucut yang dapat diganti-ganti).
i)     Pesawat sinar-X harus memiliki sistem diafragma atau kolimator pengatur berkas radiasi, sehingga apabila diafragma tertutup rapat maka laju kebocoran radiasinya tidak melebihi batas yang diizinkan.

2.    CR
Computed radiography adalah proses merubah system analog pada radiografi konvensional menjadi radiografi digital. Pada sistem Computed Radiography data analog dikonversi ke dalam data digital pada saat tahap pembangkitan energi yang terperangkap di dalam Imaging Plate dengan menggunakan laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT ) kemudian cahaya tersebut digandakan dan diperkuat intensitasnya setelah itu diubah menjadi sinyal elektrik yang akan di konversi kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC).
Pada penggunaan radiografi konvensional digunakan penggabung antara film radiografi dan screen, akan tetapi pada Komputer radiografi menggunakan imaging plate. Walaupun imaging plate secara fisik terlihat sama dengan screen konvensional tetapi memiliki fungsi yang sangat jauh berbeda, karena pada imaging plate berfungsi untuk menyimpan enersi sinar-x kedalam photo stimulable phosphordan menyampaikan informasi gambar itu ke dalam bentuk data digital.

Ø  Komponen-komponen yang terdapat pada CR antara lain :
a)    Kaset
Kaset pada Computed Radiography terbuat dari carbon fiber dan bagian belakang terbuat dari almunium, kaset ini berfungsi sebagaii pelindung dari Imaging Plate.
b)   Imaging Plate
Merupakan komponen utama pada sistem CR yang berfungsi menyimpan energi sinar x, imaging plate terbuat dari bahan Photostimulabel phosphor. Dengan menggunakan Imaging Plate memungkinkan proses gambar pada sistem komputer radiografi untuk melakukan berbagai modifikasi.
Proses yang terjadi pada Imaging Plate di mulai pada saat terkena penyinaran sinar-x , Imaging Plate akan menangkap energi dari sinar x kemudian disimpan oleh bahan phosphor yang akan dirubah menjadi data digital dengan Laser Scanner di dalam Image Reader. Setelah Imaging Plate melalui proses scanning, gambaran akan di tampilkan pada monitor komputer, sementara Imaging Plate masuk ke bagian data penghapusan (erasure) untuk dibersihkan sehingga dapat digunakan kembali untuk pasien yang lainnya.
Proses pembentukan gambar yang terjadi pada imaging plate melalui beberapa tahapan :
1). Exposure
Imaging Plate diletakkan didalam kaset, setelah itu kita lakukan eksposi dengan menggunakan sinar -x. Sinar- x yang menembus obyek akan mengalami atenulasi sehingga enersi dari sinar-x tersebut ditangkap oleh imaging plate dalam bentuk data digital.
2). Stimulate
Bayangan tersebut kemudian distimulasi dengan Photo Stimulable Phosphor (PSP) yang fungsinya untuk mengubah bayangan laten pada IP menjadi cahaya tampak.
3). Read (pembacaan)
Dengan menggunakan Photo Multiplier, cahaya tampak tersebut di tangkap dan digandakan serta diperkuat intensitasnya kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. kemudian sinyal-sinyal ini direkonstruksikan menjadi sebuah gambaran yang dapat dilihat oleh layar monitor.
4). Erasure (penghapusan)
Setelah proses pembacaan selesai, data gambar pada imaging plate secara otomatis akan dihapus oleh Intense Light sehingga imaging plate dapat digunakan kembali.

Contoh Ukuran File CR
MODALITIES
RESOLUTION
FILE SIZE
Computed Radiography ( Fuji HR )
3520 x 4280
30 MB
CR Mammography ( Fuji HPD )
3540 x 4740
33,5 MB

3.    DR
Komponen-komponen pada Digital Radiography :
1)    Modalities :
·         DICOM
·         Non-DICOM (Conventional)
2)  Software :
·         RIS (Radiology Information System)
·         PACS (Picture Archiving & Communication System)
3)  Hardware :
·         Server, Workstation & Printer
·         Network
·         Storage

Ø  P A C S (Picture Archiving and Communications System)
PACS memungkinkan secara elektronik :
a)    Menerima gambar dari peralatan medis secara langsung
b)   Mendistribusikan gambar tsb ke seluruh PC
c)    Membaca gambar melalui layar komputer (dengan berbagai fasilitas peng-editan)
d)   Menyimpan gambar-gambar secara sistematis
e)    Mengirimkan gambar kemana saja melalui jaringan internet, telepon dsb.


Manfaat Digital Radiography Bagi Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
a)    Pelayanan Radiologi berstandar internasional
b)   Corporate image
c)    Biaya operasional yang lebih rendah
d)   Meningkatkan pelayanan kepada pasien
e)    Customer satisfaction
f)     Pengembangan menuju Tele-Radiography
g)    Sebagai salah satu fasilitas penelitian / riset


Contoh Ukuran File DR
MODALITIES
RESOLUTION
FILE SIZE
Digital Radiography ( GE )
2022 x 2022
8 MB
Digital Radiography ( Canon, Agfa )
2688 x 2688
14,4 MB
Digital Radiography ( Phillips, Siemens )
3000 x 3000
18 MB

No. 2
1.     Persamaan
a.     Teknik radiografi konvensional dan digital dapat digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Kehilangan tulang alveolar dapat disebabkan oleh adanya proses inflamasi, trauma dan penyakit sistemik. Disamping itu, proses kehilangan tulang alveolar memiliki pola yang dapat dilihat pada gambaran radiografi.
b.     

2.    Perbedaan
a.    Pada proses radiography konvensional :
1)    Harus menunggu beberapa waktu untuk pencetakan film
2)   Harus menunggu lagi untuk mengirimkan film kepada dokter radiologi
3)   Harus menunggu lagi untuk mengirim hasil analisa (expertise) kepada dokter perujuk
4)   Waktu tunggu menjadi lebih lama apabila dokter radiologi tidak sedang berpraktek
5)   Dalam situasi darurat, tidak dapat langsung membaca film
6)   Film tidak selalu berada di dalam ruang arsip
7)   Biaya yang cukup besar untuk pembuatan film, bahan kimia, jasa pengiriman, ruang penyimpanan dsb.
8)   Adanya limbah B3 yang membutuhkan penanganan khusus

b.    Pada proses Digital Radiograhy :
1)    Diagnosa tepat melalui gambar digital
2)   Efisiensi waktu untuk mendistribusikan gambar
3)   Mengurangi biaya-biaya pencetakan gambar
4)   Arsip digital, menghilangkan ruangan penyimpanan film dan memudahkan pencarian gambar
5)   Mengurangi resiko kehilangan film (dengan adanya backup)
6)   Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga mengurangi tingkat polusi
7)   Lebih ramah lingkungan
8)   Awet, kwalitas gambar digital tidak menurun dari waktu ke waktu
9)   Konsisten, dapat diperbanyak sesuka hati tanpa menurunkan kwalitasnya
10) Fleksibel, dapat dimanipulasi tanpa merubah aslinya, seperti diperbesar, dipotong, diwarnai dsb.
11)  Dapat dihubungkan dengan data-data text
12) Dapat disimpan dan dikirim secara elektronik melalui jaringan internet, telepon dsb.


9 komentar:

  1. puanjang amaaat jawabanya,,,,

    BalasHapus
  2. rangkum aja sesingkat mungkin.bsa kq d rangkum...

    BalasHapus
  3. boleh copas semua gak ??

    BalasHapus
  4. request donk ,,, klu proses pencetakan film dengan menggunakan printer pada CR bagaimana??? thanks..

    BalasHapus
  5. seperti pada penjelasan di atas, setelah sinyal elektrik di konversi ke dalam data digital. data tsb akan dikirim ke computer agar dapat diperjelas atau di edit,setelah itu data bisa disimpan atau diprint seperti biasa.
    di sini letak perbedaan CR dan konvensional

    BalasHapus