Nama : Yurry Elian Dewanti
NIM : P 27838010 039
Kelas : 2A 3-4
1.
Jelaskan proses Radiography secara
konvensional, Computed Radiography (CR), Digital Radiography (DR).
2.
Tulislah persamaan dan perbedaan proses
radiography secara konvensional, Computed Radiography (CR), Digital Radiography
(DR).
JAWAB :
No. 1
1.
Radiography secara Konvensional
Pemeriksaan konvensional tanpa
kontras, yaitu pemeriksaan sederhana menggunakan sinar Roentgen (sinar X)
dengan berbagai posisi pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan pada berbagai
organ tubuh, antara lain jantung dan paru (toraks) serta tulang-tulang pada
seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan konvensional dengan kontras, yaitu
pemeriksaan sederhana menggunakan sinar Roentgen (sinar X) disertai dengan
penggunaan obat kontras yang dapat membantu memperlihatkan kelainan yang ada,
sehingga mempertajam diagnosis. Misalnya pemeriksaan saluran cerna (barium meal
& enema), saluran kemih (urografi intravena, sistografi), organ kandungan
(histerosalpingografi), saluran kelenjar liur (sialografi), pembuluh darah
(angiografi/venografi), saluran getah bening (limfografi), sumsum tulang
belakang (myelografi), dan lain sebagainya.
Setelah film mendapat
penyinaran dengan sinar-X, langkah selanjutnya adalah film tersebut harus
diolah atau diproses di dalam kamar gelap agar diperoleh gambaran radiografi
yang permanen dan tampak. Tahapan pengolahan film secara utuh terdiri dari :
Film - Developing - Rinsing - Fixing - Washing - Drying
1. Pembangkitan
(developing)
a. Sifat dasar
Developing merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada
tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut developing
adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat
penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi
bayangan tampak. Sementara butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran
tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini berperan
dalam penghitaman bagian-bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan
intensitas cahaya yang diterima oleh film. Sedangkan yang tidak mendapat
penyinaran akan tetap bening. Dari perubahan butiran perak halida inilah akan
terbentuk bayangan laten pada film.
b. Bayangan laten (latent image)
Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion
bromida negative (AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal
lattice). Ketika film mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi
dengan ion bromide yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini
akan bergerak dengan cepat kemudian akan tersimpan di dalam bintik kepekaan
(sensitivity speck) sehingga bermuatan negatif. Kemudian bintik kepekaan ini
akan menarik ion perak positif yang bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu
menetralkan ion perak positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik.
Maka terjadilah bayangan laten yang gambarannya bersifat tidak tampak.
c. Larutan developer terdiri dari:
i. Bahan pelarut
(solvent).
Bahan yang
dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak mengandung mineral.
ii. Bahan pembangkit
(developing agent).
Bahan pembangkit
adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi perak metalik. Di dalam
lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi dengan memberikan elektron
kepada kristal perak bromida untuk menetralisir ion perak sehingga kristal perak
halida yang tadinya telah terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna
hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang biasa
digunakan adalah jenis benzena (C6H6).
iii. Bahan pemercepat
(accelerator).
Bahan developer
membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film mudah membengkak dan
mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah diaktifkan). Bahan yang mengandung
alkali ini disebut bahan pemercepat yang biasanya terdapat pada bahan seperti
potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai
sifat dapat larut dalam air.
iv. Bahan penahan
(restrainer).
Fungsi bahan penahan
adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan pembangkit terhadap kristal yang
tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada bayangan film. Bahan
yang sering digunakan adalah kalium bromida.
v. Bahan penangkal
(preservatif).
Bahan penangkal
berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan pembangkit. Bahan pembangkit
mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen dari udara. Namun bahan penangkal
ini tidak menghentikan sepenuhnya proses oksidasi, hanya mengurangi laju
oksidasi dan meminimalkan efek yang ditimbulkannya.
vi. Bahan-bahan
tambahan.
Selain dari
bahan-bahan dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-bahan tambahan
seperti bahan penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening agent). Fungsi
dari bahan penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan sehingga aktivitas
cairan pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan pengeras adalah
untuk mengeraskan emulsi film yang diproses.
2. Pembilasan (rinsing)
a. Sifat dasar
Merupakan tahap
selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki
cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa pada permukaan film
dan juga di dalam emulsi filmnya. Cairan pembilas akan membersihkan film dari
larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya. Cairan
pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan
walaupun film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan
masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic
fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi pada cairan
pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit
dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air. Pembilasan ini harus
dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.
3. Penetapan (fixing)
a. Sifat dasar
Diperlukan untuk
menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak
halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Perak
halida dihilangkan dengan cara mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa
tersebut bersifat larut dalam air kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada
tahap pencucian.
Tujuan dari tahap
penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh
cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini juga
diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan
dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
b. Larutan fixer terdiri dari:
a. Bahan penetap
(fixing agent).
Dipilih bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini
bersifat dapat bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang
larut dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap
bayangan perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium thiosulfat
(Na2S2O3) yang dikenal dengan nama hypo. Reaksi kimia yang terjadi pada film
adalah sebagai berikut:
Na2S2O3 + AgBr = Na2Ag(S2O3)2) + NaBr
Na2S2O3 + AgBr = Na2Ag(S2O3)2) + NaBr
b. Bahan pemercepat (accelerator).
Untuk menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan,
biasanya digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa dalam
menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan menghentikan
aksinya. Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan
mengendapkan sulfur.
Maka bahan pengaktif yang umumnya dipergunakan adalah asam lemah
seperti asam asetat (CH3COOH). Akan tetapi dengan penggunaan asam lemah ini
masih terjadi pengendapan sulfur. Untuk mengatasi hal ini maka dipergunakan
bahan penangkal.
c. Bahan penangkal (preservatif).
Untuk menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan
penetap ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur
tersebut. Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium
metabisulfit, atau kalium metabisulfit.
d. Balian pengeras (hardener).
Bahan ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang
berlebihan. Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah terkelupas dan
pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan biasanya adalah
potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat [Al2(SO4) 3].
e. Bahan penyangga (buffer).
Digunakan untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap
terjaga pada nilai 4 - 5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam
asetat dengan natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium
bisulfit.
f. Pelarut (solvent).
Pelarut yang umum digunakan adalah air bersih.
4. Pencucian (washing)
Setelah film menjalani
proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini
sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu
dalam keadaan bersih.
5. Pengeringan (drying)
Merupakan tahap akhir
dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air
yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi
yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak.
Cara yang paling umum
digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor
penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.
Ø Aspek keselamatan dalam
Pengaturan dan pembatasan waktu penyinaran
a)
Harus ada penunjukan tegangan tabung, arus tabung dan waktu
penyinaran yang dipilih; penunjukan jumlah muatan listrik (mAs) dapat dipakai
sebagai pengganti penunjukan arus tabung dan waktu penyinaran secara terpisah.
b)
Untuk pengatur penyinaran otomatis cukup ada penunjukan tegangan
tabung; untuk tegangan tabung dan arus tabung dengan nilai tetap perlu ada
penunjukan pada panel pengatur dan dijelaskan dalam dokumen penyerta.
c)
Jika pembangkit sinar-X ini juga dapat digunakan untuk
fluoroskopi, harus ada suatu cara untuk menjaga agar arus tabung berada dalam +
25 % dari nilai yang ditetapkan sebelumnya.
d)
Rangkaian penyinaran yang ditetapkan sebelumnya harus
diperlihatkan dengan jelas dalam sebuah tabel dalam dokumen penyerta; faktor-faktor penyinaran ini
hendaknya tersedia dekat atau pada panel pangatur.
e) Sakelar penyinaran harus terpasang
sedemikian, sehingga dapat dijalankan dari tempat yang aman (2m dari susunan
tabung dan dari pasien).
a.
di
belakang bangunan pelindung atau
b.
di
dalam ruangan dengan menggunakan apron pelindung dan jika perlu sarung tangan
(untuk pengaturan khusus seperti memegang film pada pasien anak kecil).
f) Untuk memperkecil radiasi pada pasien
dan radiasi hambur dalam kamar sinar-X ukuran berkas radiasi harus dibuat
sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan diagnostik dari pemeriksaan tersebut.
g) Waktu penyinaran biasanya sangat pendek
dengan maksud untuk memperkecil kemungkinan kaburnya bayangan akibat gerakan
bagian yang difoto.
h) Pesawat harus dilengkapi dengan
peralatan untuk membatasi berkas sinar guna (misalnya dengan diafragma berkas
cahaya yang dapat diatur dan kerucut yang dapat diganti-ganti).
i)
Pesawat sinar-X harus memiliki sistem diafragma atau kolimator
pengatur berkas radiasi, sehingga apabila diafragma tertutup rapat maka laju
kebocoran radiasinya tidak melebihi batas yang diizinkan.
2.
CR
Computed radiography adalah proses merubah system analog pada radiografi konvensional
menjadi radiografi digital. Pada sistem Computed Radiography data analog dikonversi ke dalam data
digital pada saat tahap pembangkitan energi yang terperangkap di dalam Imaging Plate dengan menggunakan
laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT ) kemudian
cahaya tersebut digandakan dan diperkuat intensitasnya setelah itu diubah
menjadi sinyal elektrik yang akan di konversi kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC).
Pada penggunaan radiografi konvensional digunakan penggabung antara film
radiografi dan screen, akan tetapi pada Komputer radiografi menggunakan imaging plate. Walaupun imaging plate secara fisik terlihat sama dengan screen
konvensional tetapi memiliki fungsi yang sangat jauh berbeda, karena pada imaging plate berfungsi untuk
menyimpan enersi sinar-x kedalam photo
stimulable phosphordan menyampaikan informasi gambar itu ke dalam bentuk
data digital.
Ø Komponen-komponen
yang terdapat pada CR antara
lain :
a)
Kaset
Kaset
pada Computed Radiography terbuat
dari carbon fiber dan
bagian belakang terbuat dari almunium, kaset ini berfungsi sebagaii pelindung
dari Imaging Plate.
b)
Imaging Plate
Merupakan
komponen utama pada sistem CR yang berfungsi menyimpan energi sinar x, imaging
plate terbuat dari bahan Photostimulabel
phosphor. Dengan menggunakan Imaging
Plate memungkinkan proses gambar pada sistem komputer radiografi untuk
melakukan berbagai modifikasi.
Proses
yang terjadi pada Imaging Plate di
mulai pada saat terkena penyinaran sinar-x , Imaging Plate akan menangkap energi dari sinar x kemudian
disimpan oleh bahan phosphor yang
akan dirubah menjadi data digital dengan Laser Scanner di dalam Image Reader. Setelah Imaging Plate melalui proses scanning, gambaran akan di tampilkan pada monitor komputer,
sementara Imaging Plate masuk
ke bagian data penghapusan (erasure) untuk
dibersihkan sehingga dapat digunakan kembali untuk pasien yang lainnya.
Proses pembentukan gambar yang terjadi pada imaging plate melalui beberapa
tahapan :
1). Exposure
Imaging Plate diletakkan
didalam kaset, setelah itu kita lakukan eksposi dengan menggunakan sinar -x.
Sinar- x yang menembus obyek akan mengalami atenulasi sehingga enersi dari
sinar-x tersebut ditangkap oleh imaging
plate dalam bentuk data digital.
2). Stimulate
Bayangan
tersebut kemudian distimulasi dengan Photo Stimulable Phosphor (PSP) yang fungsinya untuk
mengubah bayangan laten pada IP menjadi cahaya tampak.
3). Read (pembacaan)
Dengan
menggunakan Photo Multiplier,
cahaya tampak tersebut di tangkap dan digandakan serta diperkuat intensitasnya
kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. kemudian sinyal-sinyal ini
direkonstruksikan menjadi sebuah gambaran yang dapat dilihat oleh layar
monitor.
4). Erasure (penghapusan)
Setelah proses pembacaan selesai, data
gambar pada imaging plate secara otomatis akan dihapus oleh Intense Light sehingga imaging plate dapat digunakan
kembali.
Contoh Ukuran File CR
MODALITIES
|
RESOLUTION
|
FILE SIZE
|
Computed Radiography ( Fuji HR )
|
3520 x 4280
|
30 MB
|
CR Mammography ( Fuji HPD )
|
3540 x 4740
|
33,5 MB
|
3.
DR
Komponen-komponen pada Digital Radiography :
1)
Modalities
:
·
DICOM
·
Non-DICOM
(Conventional)
2) Software :
·
RIS
(Radiology Information System)
·
PACS
(Picture Archiving & Communication System)
3) Hardware :
·
Server,
Workstation & Printer
·
Network
·
Storage
Ø P A
C S (Picture
Archiving and Communications System)
PACS memungkinkan secara elektronik :
a)
Menerima gambar
dari peralatan medis secara langsung
b)
Mendistribusikan
gambar tsb ke seluruh PC
c)
Membaca
gambar melalui layar komputer (dengan berbagai fasilitas peng-editan)
d)
Menyimpan
gambar-gambar secara sistematis
e)
Mengirimkan
gambar kemana saja melalui jaringan internet, telepon dsb.
Manfaat Digital Radiography Bagi Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
a) Pelayanan Radiologi berstandar internasional
b) Corporate image
c) Biaya operasional yang lebih rendah
d) Meningkatkan pelayanan kepada pasien
e)
Customer satisfaction
f)
Pengembangan
menuju Tele-Radiography
g) Sebagai salah satu fasilitas penelitian / riset
Contoh Ukuran File DR
MODALITIES
|
RESOLUTION
|
FILE SIZE
|
Digital Radiography ( GE )
|
2022 x 2022
|
8 MB
|
Digital Radiography ( Canon, Agfa )
|
2688 x 2688
|
14,4 MB
|
Digital Radiography ( Phillips, Siemens )
|
3000 x 3000
|
18 MB
|
No. 2
1.
Persamaan
a.
Teknik radiografi konvensional dan digital
dapat digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar yang berhubungan
dengan penyakit periodontal. Kehilangan tulang alveolar dapat disebabkan oleh
adanya proses inflamasi, trauma dan penyakit sistemik. Disamping itu, proses
kehilangan tulang alveolar memiliki pola yang dapat dilihat pada gambaran
radiografi.
b.
2.
Perbedaan
a. Pada
proses radiography konvensional :
1)
Harus
menunggu beberapa waktu untuk pencetakan film
2)
Harus
menunggu lagi untuk mengirimkan film kepada dokter radiologi
3)
Harus
menunggu lagi untuk mengirim hasil analisa (expertise) kepada dokter perujuk
4)
Waktu
tunggu menjadi lebih lama apabila dokter radiologi tidak sedang berpraktek
5)
Dalam
situasi darurat, tidak dapat langsung membaca film
6)
Film tidak selalu
berada di dalam ruang arsip
7)
Biaya yang
cukup besar untuk pembuatan film, bahan kimia, jasa pengiriman, ruang penyimpanan
dsb.
8)
Adanya
limbah B3 yang membutuhkan penanganan khusus
b. Pada
proses Digital Radiograhy :
1)
Diagnosa
tepat melalui gambar digital
2)
Efisiensi
waktu untuk mendistribusikan gambar
3)
Mengurangi
biaya-biaya pencetakan gambar
4)
Arsip
digital, menghilangkan ruangan penyimpanan film dan memudahkan pencarian gambar
5)
Mengurangi
resiko kehilangan film (dengan adanya backup)
6)
Tidak
memerlukan bahan kimia, sehingga mengurangi tingkat polusi
7)
Lebih ramah
lingkungan
8)
Awet, kwalitas gambar digital tidak menurun dari waktu
ke waktu
9)
Konsisten, dapat diperbanyak sesuka hati tanpa menurunkan
kwalitasnya
10) Fleksibel, dapat
dimanipulasi tanpa merubah aslinya, seperti diperbesar, dipotong, diwarnai dsb.
11) Dapat dihubungkan dengan data-data text
12) Dapat disimpan dan dikirim secara elektronik melalui
jaringan internet, telepon dsb.
puanjang amaaat jawabanya,,,,
BalasHapusrangkum aja sesingkat mungkin.bsa kq d rangkum...
BalasHapusboleh copas semua gak ??
BalasHapussilahkan.............
BalasHapus:D
BalasHapussip2...
BalasHapusbagus2.....
BalasHapusrequest donk ,,, klu proses pencetakan film dengan menggunakan printer pada CR bagaimana??? thanks..
BalasHapusseperti pada penjelasan di atas, setelah sinyal elektrik di konversi ke dalam data digital. data tsb akan dikirim ke computer agar dapat diperjelas atau di edit,setelah itu data bisa disimpan atau diprint seperti biasa.
BalasHapusdi sini letak perbedaan CR dan konvensional